JAKARTA, - Anggota Komisi X DPR RI, Himmatul Aliyah menanggapi keresahan para budayawan Betawi terhadap gelaran Jakarta Fair 2022 yang dianggap tidak menggaungkan budaya Betawi dan dinilai lebih banyak bernuansa modernnya dibanding dengan budaya tradisional budaya Betawi.
"Menurut saya, keresahan para Budayawan Betawi itu sangatlah wajar dan harus menjadi perhatian yang serius bagi penyelenggara Jakarta Fair," ujar dia dalam siaran pers yang diterima , Kamis (16/6/2022).
Politisi Gerindra dari dapil DKI II ini menjelaskan bahwa Jakarta Fair atau Pekan Raya Jakarta asal mulanya adalah peristiwa budaya masyarakat Betawi di Jakarta.
Menurutnya Pekan Raya Jakarta untuk pertama kalinya diadakan tahun 1967, penggagasnya ingin mengadakan pameran besar yang menyatukan berbagai pasar malam yang saat itu tersebar di berbagai wilayah di Jakarta, termasuk pasar malam Gambir yang waktu itu diadakan setiap tahun di Monas.
"Itu mengapa sejak pertama diadakan sampai tahun 1991 Pekan Raya Jakarta diadakan di Monas," kata dia.
Seiring dengan perkembangan jumlah peserta dan pengunjung yang terus bertambah, sejak 1992 Pekan Raya Jakarta berubah dari sekedar acara pasar malam menjadi pameran berskala besar dan penyelenggaraannya dipindah ke kawasan Kemayoran Jakarta Pusat dan menjadi ajang tahunan pada peringatan hari ulang tahun Jakarta.
Menurutnya meskipun Jakarta warganya multikultur, multi etnis dan kota metropolitan yang menjadi salah satu kota besar internasional yang modern, namun budaya Betawi yang menjadi akar budaya Jakarta harus tetap dilestarikan.
"Hal ini juga sesuai dengan amanah Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yg diantaranya mengamanahkan pemerintah dan masyarakat berkewajiban memajukan kebudayaan dan melestarikan kebudayaan bangsa," tuturnya.
Himmatul menambahkan pemajuan kebudayaan ini dilakukan terhadap semua unsur kebudayaan di antaranya adat istiadat, seni, bahasa dan semua yang berkaitan dengan cipta, rasa, karsa, dan hasil karya masyarakat Indonesia.
Untuk itu, Jakarta Fair yang dikenal sebagai pameran terbesar di Asia Tenggara seharusnya bisa memadukan modernitas dan tradisionalitas dengan proporsi acara yang seimbang.
"Jakarta Fair seharusnya menjadi representasi bagi masyarakat Betawi yang tinggal di kota Jakarta yang metropolitan, yakni bagaimana agar tetap memegang teguh jati diri dan nilai-nilai luhur budaya Betawi di tengah arus budaya modern," pungkasnya.